Would you like to make this site your homepage? It's fast and easy...
Yes, Please make this my home page!
Ustadz,
melalui rubrik ini ana ingin menanyakan suatu hal yang masih ana ragukan,
yaitu bahwa hukum jilbab bagi wanita adalah wajib. Lalu bagaimana tentang
batasan umur bagi wanita yang diwajibkan untuk memakai jilbab? Apakah
anak perempuan yang belum baligh juga wajib untuk memakai jilbab? Dan
bagaimana hukumnya seorang wanita yang sudah baligh tidak mengenakan
jilbab?
Atas jawabannya ana ucapkan jazakumullahu khairan.
(Lina - Purbalingga)
|
Jawaban 1:
- Ananda Lina, seorang wanita yang diwajibkan
mengenakan jilbab bukan dipandang dari sisi umurnya, melainkan dari baligh
atau belumnya wanita tersebut. Jika wanita tersebut belum baligh (belum haid
atau mimpi basah), maka tidak diwajibkan memakai jilbab. Namun jika sudah
baligh, maka wajib memakainya. Karena wanita yang belum baligh tidak terkena
hukum-hukum syariah.
Namun, perlu ananda ingat bahwa termasuk dari pendidikan anak-anak yang berat
ialah membiasakan anak-anak perempuan sejak usia yang masih muda sebelum balighnya
untuk memakai jilbab dan pakaian muslimah yang menutup aurat mereka agar kelak
ketika mereka dewasa, mereka dapat segera memahami bahwa jilbab yang sejak
kecil sudah mereka kenakan adalah pakaian muslimah yang diwajibkan Allah Subhanahu
wa Ta`ala. Dan jiwa mereka sudah terlatih untuk malu melepaskannya dan
malu mempertontonkan auratnya kepada orang-orang yang bukan mahramnya.
Adapun tentang hukum seorang wanita yang sudah baligh tidak mengenakan jilbab,
maka berarti ia telah melakukan maksiat kepada Allah dan berdosa dengan perbuatannya
sebab Allah sudah menegaskan wajibnya jilbab di dalam firman-Nya:
"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena
itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(Al-Ahzab: 59)
Dan wanita yang meninggalkan jilbabnya juga diancam dengan sabda Rasulullah
shallallahu `alaihi wa sallam:
"Akan ada di akhir umatku wanita-wanita yang berpakaian tetapi pada hakekatnya
telanjang. Di atas kepala mereka bagaikan punuk-punuk unta. Kutuklah mereka
karena mereka itu terkutuk." (HR. Thabrani dengan sanad yang shahih,
lihat As-Shahihah no. 1326)
Ustadz
yang semoga selalu dilindungi oleh Allah Ta`ala. Ana mau tanya sesuatu
yang ana kurang jelas masalahnya, yaitu tentang:
Bagaimana
caranya berdoa dalam shalat, apa yang diucapkan (doa-doa itu), boleh
bebas atau sudah ada dalam hadits ?
Berapa rakaat
shalat tahajjud, dan kapan waktunya?
Atas jawabannya
ana ucapkan jazakallahu khairan
(Abu Yazid, Cilacap)
|
Jawaban 2:
- Abu Yazid di Cilacap, berdoa di dalam shalat caranya
seperti berdoa di luar shalat yakni dengan meminta hal-hal yang kita inginkan
kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala. Hanya saja berdoa di dalam shalat ada yang
sudah ditentukan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, ada
pula yang bebas untuk hal apa saja yang kita inginkan (selama hal tersebut
tidak berbentuk maksiat).
Contoh, doa yang ada di dalam hadits ialah apa yang telah diajarkan Rasulullah
shallallahu `alaihi wa sallam kepada Abu Bakar radliyallahu `anhu
ketika Abu Bakar meminta agar Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam
mengajarkan kepadanya kalimat doa di dalam shalat. Maka Rasulullah shallallahu
`alaihi wa sallam bersabda yang artinya : "Katakanlah: Ya Allah,
sesungguhnya aku telah banyak mendhalimi diriku sendiri, dan tidak ada yang
dapat mengampuni dosa kecuali Engkau. Maka ampunkanlah aku dengan pengampunan
dari-Mu dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(Muttafaqun `alaihi)
Dan di antara dalil yang membolehkan kita berdoa dengan kalimat apa yang
kita inginkan ialah perintah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam
kepada orang yang shalat untuk berdoa, apabila selesai membaca bacaan tahiyyah,
sebagaimana sabdanya yang artinya : "Apabila salah seorang di antara
kalian shalat, maka hendaklah ia berkata: "attahiyyatu lillah….
sampai sabda beliau: Kemudian hendaklah ia memilih doa yang paling ia inginkan
dan berdoa dengannya." (Muttafaqun `alaihi dari hadits Ibnu Mas'ud
radliyallahu `anhu)
- Kemudian tentang shalat tahajjud dan kapan waktunya,
perkara ini telah dijelaskan di dalam hadits yang shahih dari Aisyah radliyallahu
`anha, ia berkata yang artinya : "Bahwasanya Rasulullah shallallahu
`alaihi wa sallam shalat pada waktu di antara Isya' dan Subuh sebanyak
sebelas rakaat, dan salam setiap dua rakaat dan witir satu rakaat. (muttafaqun
`alaihi).
Dari hadits ini dapat kita ketahui bahwa jumlah rakaat shalat tahajjud
ialah sebelas rakaat dan waktunya bisa dilakukan di awal malam atau tengah
malam atau akhir malam, karena waktunya dimulai dari setelah shalat Isya'
hingga masuk waktu subuh. (Lihat Al-`Uddah Syarhul Umdah 1/81).
Adapun yang terbaik adalah pada waktu sepertiga malam terakhir sebagaimana
firman Allah dalam surat Al-Muzammil atau awal berkokoknya ayam sebagaimana
yang terdapat dalam hadits-hadits shahih. Wallahu a`lam.
- Ustadz yang
ana hormati, ana ingin menanyakan tentang hukum wanita memotong pendek
rambutnya. Atas perhatian dan jawabannya ana ucapkan jazakallahu
khairan katsira.
(Khalid, Malang
|
Jawaban 3:
Saudara Khalid, pertanyaan saudara ini dapat kami jawab
dengan menukil keterangan Syaikh Shalih Al-Fauzan di dalam Kitabnya Tanbihat
`ala Ahkam Takhtassu bil Mu'minat hal. 8-9, beliau menyatakan: "Adapun
tentang wanita yang memotong pendek rambutnya, jika disebabkan suatu keperluan
tertentu bukan karena untuk berhias / bergaya, maka dibolehkan seperti: wanita
tersebut tidak mampu untuk mengurus rambutnya jika panjang atau memberatkan,
maka tidak mengapa memotongnya sekadar kebutuhannya. Sebagaimana yang dilakukan
sebagian istri-istri Nabi shallallahu `alaihi wa sallam sepeninggal
beliau karena mereka meninggalkan untuk berhias diri setelah wafatnya Rasulullah
shallallahu `alaihi wa sallam, dan mereka merasa tidak butuh lagi untuk
memanjangkan rambutnya.
Adapun jika seorang wanita memotong pendek rambutnya
dengan tujuan untuk menyerupai wanita-wanita kafir dan fasiq atau untuk menyerupai
kaum pria, maka ini adalah haram tanpa diragukan lagi disebabkan adanya larangan
menyerupai kaum kuffar secara umum dan dilarangnya wanita menyerupai kaum
lelaki. Adapun jika wanita tersebut memaksudkan untuk berhias ketika memotong
pendek rambutnya, maka menurutku yang demikian tidak boleh."
Kami terjemahkan kalimat qash (memotong) dengan
"memotong pendek" karena beliau menukil setelahnya ucapan Syaikh
Muhammad Amin As-Syinqithi bahwa memotong pendek rambut hingga hampir ke dasar
rambut adalah kebiasaan orang barat.
Dan jawaban ini kami tujukkan juga untuk Ummu Anas
di Sidoarjo.
Wallahu a`lam bis shawab
- Ustadz yang
saya hormati, di dalam shalat berjamaah sering saya mendengar imam dalam
pengucapan perpindahan rukun yang satu ke rukun yang lain (takbir intiqal),
hanya dengan mengucap "Allah" saja dan i'tidal dengan lafadh
"sami` Allah" saja. Bagaimana hukumnya dan apakah ada dalilnya?
(Bassam, Sragen)
|
Jawab:
Saudara Bassam, lafadh takbir intiqal haruslah sempurna
dan tidak boleh mengucapkan "Allah" (……arab……) saja, karena yang
demikian tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam.
Yang dicontohkan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam adalah mengucapkan
"Allahu Akbar" (…..arab……) pada takbiratul ihram dan takbir
intiqal sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Ibnu Majah.
Demikian pula tentang ucapan ketika bangkit dari ruku'.
Yang benar ialah ucapan "sami` Allahu liman hamidah" (…….arab……),
bukan "sami` Allah" (…….arab……) saja, sebagaimana yang ada dalam
hadits yang shahih:
(hadits)
Bahwasanya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam
mengangkat punggung dari posisi ruku' seraya mengucapkan: "Sami` Allahu
liman hamidah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Jadi ucapan tersebut tidak benar dan tidak sah shalatnya
karena takbiratul ihram (yakni takbir permulaan shalat) adalah rukun shalat.
Tetapi bila orang tersebut bertakbiratul ihram tetapi yang disuarakan hanya
kalimat "Allah". Sedangkan kalimat "akbar" terbaca tanpa
suara, maka hal tersebut salah dan bid'ah, tetapi tidak membatalkan shalat.
Wallahu a`lam.